Berkunjung ke Geleri Minang Kayo, Pusat Cindera Mata Berbahan Kulit di Padang Panjang

Penulis: Marjeni Rokcalva

MINANG Kayo, galeri cenderamata yang sukses menjadi pusat fashion berbahan kulit di Kota Padang Panjang, lahir dari kecintaan pemiliknya yang berdarah Jawa terhadap budaya Minangkabau.

Priskurniawati, sang owner yang berasal dari Malang, Jawa Timur sudah tertarik dengan Minangkabau sejak dia menempuh pendidikan SLTA. Dimasa itu, dia sangat tertarik dengan keindahan Ngarai Sianok. Bukan hanya Ngarai Sianok, keragaman budaya adat Minangkabau juga membuatnya jatuh cinta dengan Ranah Minang.

Setelah menamatkan SLTA, dia hidup mandiri dan bekerja di Batam kurang lebih lima tahun. Pris lalu menikah dengan laki-laki keturunan Jambi, asal Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci. Di Jambi, dia dan suaminya sempat memulai bisnis travel. Tapi tidak berlanjut lantaran beberapa kendala yang tidak dia jelaskan.

Pada tahun 2008 dia dan suami merantau ke Sumatera Barat tepatnya di Kota Bukittinggi dan membuka galeri cenderamata berbahan dasar kulit. Seperti capal datuak berupa sendal yang sering dipakai para datuak. Karena banyaknya peminat dan bagusnya pasaran produk kulit, dari sanalah awal mula ia tertarik untuk mengembangkan bisnis kulit miliknya.

Pada tahun 2014, dia diundang ke Galeri Senja Kenangan (Sentra Jajanan, Kerajinan dan Makanan-red) Kota Padang Panjang yang dikelola Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM. Di situ dia difasilitasi untuk memajang hasil produknya seperti capal datuak, sendal kulit dan topi.

Di sinilah Priskurniawati bertemu dengan pengrajin kulit dan saling sharing untuk mengembangkan usaha berbahan kulit ini. Karena Padang Panjang merupakan daerah sentra kulit, namun belum memiliki galeri fashion dari kulit yang booming. Di sini peluang yang harus dikembangkan.

Akhirnya muncullah ide untuk memanfaatkan peluang dan membuat fashion oleh-oleh dari kulit khas Padang Panjang. Hal ini menjadi motivasi untuknya membuka galeri sentral kulit.

Pada tahun 2014 itu, Pris memulai membuka galeri kulit di kawasan Air Terjun Lembah Anai. Usahanya terus berkembang. Di tahun 2016, dia membuka Galeri Sentral Kulit yang diberi nama "Minang Kayo" dan melakukan produksi di sana. Tepatnya di Jalan ST. Syahrir, Gang Sepakat 1 No. 2 B, Silaing Bawah dekat kawasan arah ke Mifan.

"Terbentuknya Minang Kayo, karena terinspirasi dari rasa cinta kami terhadap budaya Minangkabau. Pemilihan nama Minang Kayo, aalah satunya karena Minang kaya dengan adat, budaya, dan tradisi. Sedangkan di Kerinci, kata 'Kayo' itu merupakan panggilan untuk kakak. Karena suami suami saya berasal dari Sungai Penuh, Kerinci," ceritanya kepada Kominfo.

Di Minang Kayo, Pris memproduksi dan menjual berbagai macam produk kulit. Seperti capal datuak, sendal kulit, topi, tas, dompet dan lain-lain. Bahan-bahan kulit yang digunakan berupa kulit sapi, kambing, domba, dan kerbau. Penjualan produknya sudah sampai ke luar negeri. Seperti Malaysia, Singapura dan Brunei. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 10.000 hingga jutaan.

Sekarang Minang Kayo memiliki dua galeri, di Lembah Anai dan di Silaing Bawah. Tidak hanya fokus penjualan di galeri, dia juga memasarkan secara online di media sosial dan di market place seperti Shopee dan Tokopedia.

Pris mengaku sebelum masa pandemi, omzet penjualan bisa mencapai Rp 350 juta. Namun setelah pandemi muncul, omzet turun drastis. Hanya 20 jutaan perbulan. Ia menyiasati kondisi ini dengan melakukan pengurangan karyawan, menyesuaikan harga produk, produksi di pabrik Minang Kayo dihentikan dan fokus di Senja Kenangan saja. Ini bertujuan untuk mengurangi ongkos produksi.

"Saya berharap pandemi ini cepat berlalu. Sehingga ekonomi kembali membaik seperti dulu," ucapnya singkat. (NURJANATIL HUSNI dan NUR AZIZAH)

Loading...

Komentar

Berita Terbaru