Penulis: MAL | Editor: Marjeni Rokcalva
Malampah -Malam yang terasa dingin mulai merasuki raga, detik dan jarum jam di tangan menunjukkan pukul 11 malam. Sayup-sayup terdengar suara tangisan anak kecil diiring suara lirih sang ibu yang berusaha tegar menenangkan anak terkasih, supaya segera tidur dengan nyenyak.
Ibu itu tampak sayu dengan perasaan dan semangat yang semakin terkikis, raut kesedihan mendalam tampak tak berbohong dalam rona wajahnya. Seketika, sang ibu melihat kiri-kanan dengan kondisi lingkungan sekitar, terkadang ibu ini juga berpura-pura lupa dengan peristiwa yang dialaminya bersama keluarga tercinta.
"Ndak ado umah kami lai pak, alah rato jo tanah, ladang jaguang ayah anak-anak ko di ghapun e dek galodo (rumah kami tidak ada lagi pak, ladang jagung juga telah musnah diterjang banjir bandang)," ungkap Ermi Fitri (26), salah seorang warga Kampung Guguang, Nagari Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, yang mengungsi di Pengungsian Lapangan Bola Tigo Nagari, kepada Beritaminang, (2/3).
Baca Juga
Ermi yang akrab disapa Si Er telah mengungsi semenjak hari pertama musibah gempa bumi yang melanda Pasaman, pada Jumat, (25/2).
Ibu dua anak ini mengatakan, bahwa ia telah kehilangan rumahnya yang sudah rata dengan tanah akibat gempa, serta kebun jagung yang biasa dikelola suaminya, Rudi telah musnah diterjang banjir bandang.
Si Er dan keluarganya tampak terpuruk, rasa trauma akan musibah gempa dan banjir bandang terus menghantuinya. Ia selalu berdoa', musibah ini cepat berlalu dan ia dan keluarganya bisa hidup kembali dengan penuh keceriaan seperti sediakala.
"Saat ini tidak banyak yang bisa diperbuat, di lokasi pengungsian kita harus tabah dan sabar. Alhamdulillah, saat ini segala kebutuhan dapat terpenuhi, walau terkadang ada yang terlambat dan segala macam dinamikanya. Kita harus maklum, dan sabar akan hal tersebut. Terima kasih banyak kepada para dunsanak dan semua pihak yang telah membantu kami. Insya Allah, dapat menjadi berkah dan meringankan beban kami disini," ujar Si Er, dengan air mata yang tidak berhenti menetes.
Anaknya yang berusia 2 tahun dipangkunya dengan kasih sayang, sesekali ia mencium kening sang anak. Ia yakin semua akan berlalu dan ada hikmah dibalik semua musibah ini.
Si Er dan keluarganya adalah satu dari ribuan pengungsi yang menjadi korban bencana gempa Pasaman.
Duka Malampah adalah duka kita bersama, mari kita saling menguatkan, saling membantu dan bahu-membahu bersama menghadapi cobaan.
(MAL)
Komentar