Empat Petani Pasaman Barat Ditahan, LBH Padang: Tinggi Potensi Langgar HAM

Penulis: MR | Editor: Marjeni Rokcalva

PASAMAN BARAT - Senin, 19 September 2022, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasaman Barat membacakan putusan kasus kriminalisasi lima orang petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Aia Gadang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat atas nama Idamri, Paridin, Jasman, Rudi, dan Wisnawati.

Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) bulan 15 (lima belas) hari kepada 4 (empat) orang petani laki-laki dan 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari kepada 1 (satu) orang petani perempuan. Sebelumnya JPU telah menuntut 5 orang petani dijatuhi 5 (lima) bulan penjara.

Dechtree Ranti Putri, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang merupakan kuasa hukum lima orang petani menyampaikan, bahwa kliennya menerima putusan tersebut dan tidak akan melakukan upaya banding. Namun saat ini JPU yang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Padang.

"Kami cukup mengapresiasi putusan hakim atas kasus ini karena petani adalah korban pelanggaran HAM yang berkonflik dengan PT. Anam Koto terkait konflik tanah sejak puluhan tahun lalu," katanya.

Tentunya, kata Ranti, harapan kami pada Kamis 29 September 2022, empat petani yang masih ditahan di Lapas Talu akan bebas secara hukum ya karena Jaksa Penuntut Umum melakukan bandinng karena hakim pengadilan tinggi tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa. Bagi kami, masa penahanan sesungguhnya sudah melampaui batas waktu putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat.

Hal ini juga diperkuat dengan Surat Pengadilan Tinggi Padang nomor W3.U/2182/HPDN/X/2022 perihal penjelasan status penahanan perkara nomor 1.03/Pid.B/2022/PN-Psb tertanggal 4 Oktober 2022 yang menerangkan bahwa Pengadilan Tinggi Padang tidak melakukan penahanan terhadap perkara banding kelima terdakwa petani anggota SPI.

Namun sampai siaran pers ini dibuat (06/10/2022), Lapas Talu tetap menolak membebaskan 4 (empat) petani anggota SPI.

Sekretaris Pusat Bantuan Hukum Petani Serikat Petani Indonesia (PBHP-SPI), M. Hafiz Saragih menambahkan, penahanan kepada empat petani yang berada dalam tahanan Lapas Talu merupakan bentuk kesewenang-wenangan, karena sudah tidak memiliki dasar hukum.

"Penahanan yang sah tentunya dilakukan atas sebuah penetapan oleh lembaga yang berwenang berdasarkan tahapan perkara, dalam tingkat banding kewenangan untuk menahan atau tidak, berada pada Pengadilan Tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 238 ayat (2) KUHAP", tutur Hafiz.

Hafiz menambahkan PBHP-SPI akan melaporkan penahanan yang sewenang-wenang ini kepada lembaga terkait ditingkat Nasional, termasuk juga kementrian hukum dan HAM dan Komnas HAM, karena jelas terdapat pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Petani.

Penahanan yang sewenang-wenang ini telah menciderai keadilan bagi kaum tani, tentunya mekanisme pengaduan dilakukan oleh kami untuk memperjuangkan akses keadilan bagi petani, serta memperlihatkan situasi penegakan hukum yang di luar prosedur (undue process of law) kepada atasan lembaga terkait serta lembaga pengawasan hakim.

Penahanan ini bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang menjelaskan "bahwa setiap orang tidak dapat ditangkap dan ditahan secara sewenang wenang", juga diperkuat oleh Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan (UNDROP) yang mengatur "petani berhak atas akses keadilan yang efektif dan non-diskrimiantif".

Oleh karena itu, kami mendesak Lapas Talu Pasaman Barat harus segera membebaskan 4 (empat) petani yang masih berada dalam tahanan, karena sudah tidak memiliki dasar hukum untuk tetap melakukan penahanan karena tidak ada perintah menahan dari Pengadilan Tinggi Padang. (MR)

Loading...

Komentar

Berita Terbaru