Penulis: Medio Agusta
Padang - Membangun dan mengedepankan ketahanan pangan lokal bukanlah sekadar memenuhi kebutuhan pangan saat ini, tetapi juga merupakan upaya proaktif dalam mengatasi dan mengantisipasi tantangan yang mungkin muncul di masa depan.
Di tengah kompleksitas lingkungan global yang semakin beragam, ketahanan pangan lokal menjelma sebagai fondasi utama untuk menjaga kesejahteraan masyarakat, merangsang pertumbuhan ekonomi, serta menjaga keberlanjutan lingkungan.
Masalah gizi pada anak balita di bawah usia lima tahun bisa memiliki dampak serius, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa mengakibatkan gangguan gizi kronis atau pertumbuhan anak menjadi kurang optimal (stunting) dibandingkan dengan anak seusianya.
Hal ini dapat berpotensi mengurangi kapasitas kognitif, meningkatkan risiko penyakit, serta berdampak pada peningkatan morbiditas di masa depan.
Stunting adalah kondisi kronis yang menggambarkan status gizi yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada usia 1-3 tahun.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, anak balita yang dikategorikan stunting adalah mereka yang memiliki tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD) dari nilai rata-rata pertumbuhan anak seumurannya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat prevalensi stunting pada anak balita global sebesar 22,9%, sedangkan di Indonesia, prevalensi stunting mencapai 30,8%.
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukkan prevalensi stunting pada balita di Provinsi Kalimantan Timur adalah sekitar 22,8%, sementara SSGI 2021 juga mencatat prevalensi stunting di Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 26,4%. Data ini menegaskan bahwa stunting masih merupakan permasalahan yang signifikan, baik secara global maupun regional.
Faktor utama penyebab stunting adalah tidak terpenuhinya kebutuhan gizi yang optimal pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) anak, dimulai dari konsepsi hingga usia dua tahun.
Keterbatasan dalam akses terhadap makanan bergizi dipengaruhi oleh faktor ekonomi, seperti harga pangan dan pendapatan keluarga. Selain itu, akses individu dan keluarga terhadap pangan juga memegang peran penting dalam ketahanan pangan.
Ketahanan pangan merujuk pada kemampuan suatu rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan secara memadai, baik dari segi kuantitas, kualitas, keamanan, distribusi merata, dan ketersediaan bagi seluruh lapisan masyarakat. Peningkatan ketahanan pangan dapat dicapai melalui pemanfaatan pangan lokal.
Masalah stunting adalah isu gizi yang memerlukan perhatian serius dan langkah-langkah tindakan. Pangan lokal memiliki potensi besar sebagai solusi.
Pangan lokal adalah jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat, mengikuti potensi dan pengetahuan lokal.
Pangan lokal adalah produk pangan yang dihasilkan, dikembangkan, dan dikonsumsi di suatu daerah atau oleh kelompok masyarakat tertentu. Umumnya, produk pangan lokal diperoleh dari bahan baku lokal, teknologi lokal, dan pengetahuan lokal.
Mengoptimalkan penggunaan pangan lokal atau bahan pangan yang tersedia di sekitar masyarakat adalah salah satu alternatif untuk mengatasi keterbatasan akses terhadap pangan keluarga.
Melalui pemanfaatan pangan lokal, khususnya sumber karbohidrat dan protein, masyarakat kelas menengah ke bawah di desa dapat mengurangi belanja pangan. Selain memiliki nilai gizi yang tinggi, pangan yang dikonsumsi juga harus memenuhi standar keamanan dari cemaran biologis, kimia, dan kontaminan lain yang bisa membahayakan kesehatan manusia.
Indonesia memiliki beragam sumber bahan pangan yang dapat diolah menjadi makanan yang bergizi dan sesuai dengan budaya setempat.
Sebagian masyarakat di daerah memiliki akses mudah ke sumber protein hewani dari lingkungan sekitar atau mampu membeli. Namun, ada juga yang perlu menggantungkan diri pada ternak kecil di pekarangan rumah untuk mengakses sumber protein hewani.
Pangan lokal, yang berbeda dari produk pangan yang dihasilkan secara massal, perlu dipromosikan oleh pemerintah dan pihak-pihak yang peduli dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia.
Intervensi untuk mengatasi stunting tidak hanya sebatas pada makanan yang mahal, melainkan dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil produksi pangan lokal. Pangan lokal seringkali merupakan sumber gizi yang seimbang, yang ideal untuk mencegah stunting.
Sebagai contoh, ikan lele dan kangkung, yang bisa diproduksi dalam skala kecil tanpa memerlukan lahan yang luas dan biaya tinggi, dapat menjadi alternatif yang baik. Keduanya merupakan sumber protein dan vitamin yang penting untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak.
Di era modern saat ini, tidak diperlukan lahan yang besar untuk menghasilkan produk pangan lokal, berkat inovasi yang berkembang dan dapat diterapkan di tingkat keluarga.
Ikan lele sebagai sumber protein tinggi dan kangkung sebagai sumber vitamin sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ketika semua ini dapat terpenuhi, biaya pengeluaran keluarga dapat berkurang.
Dengan memanfaatkan pekarangan rumah untuk mengoptimalkan penggunaan sumber pangan yang ada di keluarga, kita dapat mengurangi risiko stunting sejak dini dan memastikan kebutuhan gizi keluarga terpenuhi secara optimal.
Penulis : Rahmi Awalina, S.TP,.MP
Dosen Fateta Universitas Andalas
Komentar