Penulis: AA | Editor: Medio Agusta
Padang Aro - Akhirnya perwakilan dari masyarakat yang menamakan Aliansi Kebangkitan Alam Surambi diterima Sekdakab. Solsel, Syamsurizaldi, yang didampingi Kapolres Solsel AKBP, Arief Mukti Surya Adhi Sabhara, Asisten 1 dan Asisten 3 di aula Tangsi Ampek kantor Bupati Solsel di Timbulun, Senin (18/9/2023).
Panjang lebar perwakilan dari masyarakat yang melakukan aksi itu menyampaikan tuntutan mereka. Kegiatan dialog dipimpin lansung Kapolres Solsel AKBP, Arief Mukti Surya Adhi Sabhara.
Seperti yang disampaikan Noviar Dt. Rajo Indah (unsur Ninik mamak) yang menyampaikan bahwa munculnya beberapa aliansi untuk melakukan aksi dinilai karena ada ketidak beresan terjadi di Pemda Solsel saat ini.
Menurutnya, dirinya dari aliansi Kebangkitan Alam Surambi (KAS) menyampaikan masalah Ranperda RTRW yang telah dibahas di DPRD Solsel, karena dinilai ada perbedaan peta lama dan peta baru.
Intinya, ia menilai adanya kerugian diwilayah hukum adat didaerahnya (Sungai Pagi-Red). Bahkan ia menilai dengan adanya pengurangan suatu wilayah atau berpindahnya luas wilayah di Sungai Pagu ke salah satu kecamatan di Solsel, ia nilai Pemda sudah mengadu domba masyarakat.
Muaranya, Noviar meminta Pemda Solsel untuk mencabut atau membatalkan Ranperda RTRW yang telah di usulkan. Hal ini berkaitan dengan hajar hidup masyarakat banyak. Bahkan ia meminta tenggang waktu untuk dilakukannya pencabutan usulan Ranperda tersebut selama satu bulan," pintanya.
Ia juga meminta klarifikasi Pemda Solsel, terkait TKD yang dirumahkan, pemilihan wali nagari yang tertunda-tunda, dengan adanya Pj wali yang bertahun-tahun. Bahkan adanya pemilihan perangkat nagari yang dinilai adanya peran politik untuk penetapannya, dan ada juga masalah sekolah yang di tutup oleh Pemda Solsel.
Selanjutnya, Dodi M Zen dikesempatan dialog tersebut kembali mempertajam persoalan Rancangan RTRW Pemda Solsel yang telah mencuat semenjak tahun 2022 lalu.
Bahkan ia mengatakan, bahwa secara administrasi mereka boleh berpisah, tetapi secara adat mereka adalah satu dan saling keterkaitan
Intinya, Dodi M.Zen meminta pihak Pemda untuk segera mencarikan solusi terbaik dengan cara transparan terkait usulan Ranperda RTRW dan meminta Pemda untuk mengembali mengarah pada Undang-undang 38 sebagai dasar berdirinya Kabupaten Solok Selatan untuk acuan penata ruang Kabupaten tersebut.
Sedangkan Mhd. Jalal mempertanyakan ketegasan seorang Sekretaris Daerah sebagai pembina ASN. Hal tersebut berkaitan dengan adanya keterlibatan ASN atau pejabat yang berpolitik praktis.
Bahkan ia memaparkan, semua hasil temuannya tersebut telah di posting di Medsos. Terakhir ia minta izin keluar, karena ia menilai, Sekdakab Solsel tidak akan bisa menyelesaikan masalah yang disampaikannya.
Sementara itu, Rido Ricardo (Rado) disaat itu, meminta agar masalah tapal batas yang menjadi polemik segera untuk diselesaikan. Bahkan ia kembali memaparkan terkait adanya keterlibatan ASN dan perangkat Desa atau Nagari yang bermain politik, dengan cara mengumpulkan KK dan KTP masyarakat untik keperluan organisasi politik.
Hebatnya, saat itu ia juga memaparkan tentang aturan yang berkaitan dengan jabatan Sekretaris Daerah yang mesti dimiliki. Hal itu berkait dengan tugasnya sebagai Pembina ASN dilingkungan Pemerintahan yang harus berkompeten.
Ia juga menjelaskan tentang adanya mutasi pegawai yang dinilai telah menjadikan pegawai tersebut mengalami kesulitan ekonomi, dikarenakan pindah bertugas dengan lokasi tinggal yang menimbulkan biaya yang sangat besar. " Ini dendam atau mau memiskinkan pegawai," tegasnya
Bahkan ia mengkritisi juga kebijakan Pemda Solsel dalam penempatan pegawai dilingkungan Pemda Solsel yang dinilai kurang tepat. Terakhir ia juga menyampaikan beberapa Progul Pemda Solsel saat ini masih belum terealisasi.
Sedangkan dari perwakilan TKD, Dewi Harianti yang merupakan salah seorang dari 147 orang tenaga honorer Kategori 2 yang dirumahkan, mempertanyakan alasan Bupati merumahkan mereka pada tahun 2021 hingga awal Januari 2022.
Ia memaparkan saat ini jumlah TKD atau pegawai honorer dari non Kategori 2 lebih kurang 500 orang, dan tercatat total TKD yang dirumahkan saat ini tercatat sebanyak 719 orang.
Dewi juga mempertanyakan, alasan Bupati Solsel mengangkat TKD baru, dengan data yang diperolehnya lebih kurang 600 orang. Ia juga memaparkan terkait pendataan dan pemetaan TKD untuk Menpan RB RI, seharusnya mereka termasuk dalam data tersebut.
Dewi juga meminta Pemda Solsel untuk memasukan para TKD dalam pendataan dan pemetaan, dan membayar gaji TKD yang dirumahkan, karena mereka hanya menerima sampai bulan Juli 1021, hal itu adalah hak mereka," ungkap Dewi saat itu
Saat itu, Dewi memaparkan ia mewakili TKD mengajukan tiga pertanyaan dan empat permintaan terkait dengan hal mereka sebagai pegawai honorer yang sudah mengabdi lama di Solsel.
Sementara itu, Sekdakab. Solsel, Dr. H. Syamsurizaldi dikesempatan itu menjawab dan menjelaskan secara rinci terkait pertanyaan maupun tuntutan yang disampaikan oleh perwakilan Aliansi Kebangkitan Alam Surambi tersebut.
Dijelaskan Syamsurizaldi, bahwa persoalan tuntutan RTRW tersebut saat ini berada di tingkat pembahasan DPRD dan menunggu persetujuan substantif dari Pemerintah Pusat.
Ia memaparkan bahwa yang menjadi perdebatan saat ini adalah terkait peta dasar yang digunakan untuk menghitung luas wilayah saat ini yang bersifat Indikatif atau belum Depenitif.
" Luas wilayah Solok Selatan saat ini juga belum Depenitif, karena belum lahirnya Permendagri tentang penegasan batas antara Solok Selatan dengan Dharmasraya, demikian juga dengan penetapan luas batas nagari atau desa di Solsel yang belum Depenitif," jelasnya.
Intinya Delimiasi batas dengan metode katagrafi tanpa kesepakatan itu adalah data awal untuk nanti penegasan batas antar desa yang akan dilaksanakan Pemerintah Daerah, sesuai dengan kewenangannya, dan barulah ia menjadi batas yang Depenitif.
"Perdebatan menyangkut peta dasar yang digunakan untuk menghitung luas wilayah saat ini masih indikatif. Itu masih digunakan untuk menghitung luas wilayah secara indikatif, belum definitif," jelasnya.
Di bagian lain, dalam kronologis tertulis perkembangan luas wilayah Kabupaten Solok Selatan Tahun 2003 sampai Tahun 2022 sebagaimana yang dituliskan oleh Sekretaris Daerah H. Syamsurizaldi disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Solok Selatan sampai saat ini tidak menemukan data spasial/peta yang menginformasikan luas wilayah Kabupaten Solok Selatan per Kecamatan kondisi awal pemekaran kabupaten tahun 2003.
Selanjutnya, sesuai Amanat Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat bahwa penentuan batas wilayah diatur oleh Menteri Dalam Negeri Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri. Hingga saat ini telah ditetapkan 3 (tiga) Permendagri tentang batas wilayah administratif Kabupaten Solok Selatan, yakni Permendagri Nomor 38 Tahun 2013 tentang Batas Daerah Solok dengan Solok Selatan, Permendagri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Batas Daerah Pesisir Selatan dengan Solok Selatan, Permendagri 72 Tahun 2018 tentang Batas daerah Solok Selatan dengan Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi.
Kemudian, Permendagri tentang Batas Daerah Solok Selatan dengan Dharmasraya masih dalam proses. Akan tetapi, Berita Acara Kesepakatan Batas sudah ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah dengan Nomor Berita Acara : 01/BAD/I/X/ 2021 tanggal 01 Oktober 2021. Kegiatan tersebut dihadiri oleh pihak Kementerian Dalam Negeri, Badan Informasi Geospasial dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat serta Pihak Pemerintah Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya.
Hal inilah yang menyebabkan luas wilayah administratif Kabupaten Solok Selatan masih berstatus indikatif (sementara) karena masih ada 1 (satu) Permendagri Batas Wilayah Solok Selatan yang belum terbit.
Luas wilayah nagari di Kabupaten Solok Selatan hingga saat ini masih merupakan luas indikatif (sementara) yang selanjutnya dapat didefinitifkan melalui pelaksanaan penegasan batas wilayah nagari sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ditegaskan juga bahwa, Luas wilayah indikatif nagari yang digunakan di Kabupaten Solok Selatan saat ini adalah bersumber dari Badan Informasi Geospasial (Data Hasil Kegiatan Deliniasi Batas Desa Secara Kartometrik Tanpa Kesepakatan Tahun 2018). Hal ini karena Badan Informasi Geospasial merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial, mengkoordinasi pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Indonesia dan mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi atas data/informasi geospasial yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Sehingga batas indikatif yang ditetapkan oleh BIG lebih teknis dan sesuai dengan ketentuan perundang undangan.
Selanjutnya, untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap wilayah nagari dan untuk menghindari konflik/klaim atas wilayah/tanah, maka Pemerintah Daerah harus segera melaksanakan Penegasan dan Penetapan Batas Nagari di seluruh wilayah Kabupaten Solok Selatan melalui fasilitasi dan rekomendasi Badan Informasi Geospasial yang kemudian ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
Dengan demikian nantinya akan dapat diakumulasikan luas wilayah defenitif masing-masing kecamatan di Kabupaten Solok Selatan.
Meski demikian, dirinya menyambut baik adanya masukan yang disampaikan. Selain itu, pemerintah juga akan memfasilitasi dilaksanakannya sharing antara DPRD dengan aliansi ini untuk membahas batas wilayah tersebut sebelum Ranperda ini ditetapkan.
Selanjutnya, menanggapi masih belum terlaksananya Pilwana lantaran masih dilakukannya harmonisasi dan penyesuaian aturan yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten dengan aturan yang lebih tinggi di atasnya.
Sedangkan hal regrouping sekolah itu adalah melaksanakan ketentuan yang ada dan surat dari Mendikbudristek. Dengan segala persoalan yang ada, termasuk jumlah siswa yang berturut-turut dalam tiga tahun tidak cukup 60 orang sehingga ditegaskan dalam aturan karena ini menyangkut penyaluran dana BOS," jelas Sekda.
Selain itu, dengan adanya evaluasi dan regrouping sekolah ini, secara bertahap juga dapat membantu mengatasi kekurangan guru yang selama ini menjadi persoalan.
Meski demikian, pihak pemerintah telah melakukan pemanfaatan SMP 33 (Bangko) dan 35 Solok Selatan (Ulu Suliti) uji coba sebagai sekolah filial, dan sudah dimulai sejak tahun 2022.
Selain itu, sekolah lainnya juga tengah dicari upaya untuk pemanfaatan gedungnya karena menyangkut dengan aset daerah.
"Hingga saat ini tidak ada laporan anak-anak tidak sekolah. Tapi kami berpandangan kalau sekolah kecil tapi bermutu Alhamdulillah. Tapi dengan kecilnya sekolah dan sedikitnya murid jadi tidak ada kompetisi. Sehingga anak-anak tidak punya daya saing hingga ke perguruan tinggi.
Maka kita berkeinginan adanya peningkatan mutu untuk SD dan SMP," paparnya.
Terakhir, menanggapi mengenai kondisi TKD, Sekda mengatakan akan menunggu keputusan hukum yang akan disampaikan mengingat saat ini tengah dalam proses di PTUN. (AA)
Komentar