Penulis: Mg/Lex | Editor: Vajrel Tri Ananda
PADANG PANJANG - Belakangan ini harta pusaka menjadi hal yang sering dibicarakan di kalangan masyarakat, terlebih lagi permasalahan yang terjadi di dalamnya.
"Permasalahan harta pusaka ini banyak dipertanyakan manusia. Hal ini membuktikan bahwa mereka semakin peduli dengan harta yang halal," sampai Buya Zulhamdi, Lc, M.A saat memberikan tausiyah pada Wirid Korpri di Masjid Agung Manarul 'Ilmi Islamic Center Padang Panjang, Jumat (19/1/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Majelis Ulama (MUI) Padang Panjang itu menjelaskan, dalam budaya Minangkabau terdapat harta pusaka tinggi dan pusaka rendah.
"Harta pusaka rendah berupa hasil mata pencarian atau hasil usaha yang diselesaikan dan diwariskan sesuai dengan syariat yang berlaku. Sementara harta pusaka tinggi diselesaikan dan diwariskan sesuai dengan ajaran adat Minangkabau," jelasnya.
Pada zaman sekarang, tambahnya, masalah yang sering timbul salah satunya perkara gadai-menggadai. Hal ini terjadi karena ketidakjelasan alokasi harta yang ditinggalkan, sehingga terjadi perebutan harta antara keluarga yang ditinggalkan.
Dijelaskan, yang menjadi masalah dalam perkara ini ketika salah satu di antara pihak yang menggadai meninggal dunia.
"Dalam agama Islam hak dan kewajiban orang yang sudah meninggal itu harus diselesaikan. Jika ia menggadai maka harus jelas siapa yang berhak menerima dan harus jelas kepada siapa hasil gadai tersebut diberikan," tuturnya.
Buya menyampaikan, kepada masyarakat agar menyelesaikan permasalahan harta pusaka ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan keputusan dari satu pihak. Tetapi permasalahan tersebut harus diselesaikan dengan cara musyawarah antara pihak yang terlibat agar dapat mencapai keputusan bersama.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut. Pejabat (Pj) Sekretaris Daerah Kota, Dr. Winarno, M.E, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Syahdanur, S.H, M.M serta para ASN se-Kota Padang Panjang. (Mg/Lex)
Komentar