Penulis: R/BM | Editor: Marjeni Rokcalva
FLORES TIMUR -- Kunjungan kerja Kepala Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M dalam rangka penanganan darurat erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki berlanjut ke Pos Pengamatan Gunungapi Lewotobi Laki-Laki bertempat di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pada Rabu (6/11/2024) pagi hari.
Saat meninjau, Suharyanto didampingi oleh Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hadi Wijaya guna mendapatkan penjelasan lebih rinci terkait aktivitas Gunung Lewotobi Laki-Laki.
"Setelah kemarin berkunjung ke masyarakat yang mengungsi, sekarang kita berada di Pos Pantau jaraknya 7 kilometer (dari puncak gunung)," kata Suharyanto.
Erupsi yang terjadi pada 3 November 2024 ini, merupakan kejadian yang membuat Suharyanto datang kembali setelah sebelumnya pada Januari yang lalu telah datang ke sini meninjau,
"Di tahun ini yang ke dua, saya sudah pernah kesini di bulan Januari. Di tempat ini juga, waktu itu erupsi tapi masih terlihat hijau tanamannya, sekarang semua tanaman tertutup debu," ungkapnya.
Kepala BNPB mengungkapkan, sepanjang perjalanan menuju ke lokasi Pos Pemantauan, dirinya melihat rumah warga yang berada di Kawasan rawan bencana, hal ini membuat salah satu langkah mitigasi yang tepat adalah merelokasi masyarakat tersebut.
"Kita lewati rumah masyarakat, masih banyak rumah masyarakat di jarak 3 sampai 7 kilometer, harusnya sesuai dari PVMBG ini yang paling terdekat (jarak dari puncak gunung) Pos pantau, habis itu jarak 8 dan 9 kilometer dan selanjutnya baru ada rumah masyarakat. Tapi sekarang rumah-rumah sudah kosong, dipastikan tidak dihuni, masyarakat di zona bahaya sudah mengungsi," tegas Suharyanto.
"Relokasi harus segera dilakukan. Nanti saat relokasi akan dikoordibasi secara khusus, rumahnya ada ketentuan. Rumah yang dibangun untuk korban pascabenca tipe 90 meter persegi, rumah yang bisa dibangun dalam waktu satu minggu," imbuhnya.
Bagi masyarakat yang direlokasi tidak perlu khawatir, tanah dan lahan yang mereka miliki dalam radius 7 kilometer tersebut akan tetap menjadi milik mereka.
"Lahan-lahan masyarakat ini tetap hak milik masyarakat tapi tidak boleh ditempati," tutur Suharyanto.
Upaya Mitigasi
Bencana yang sudah terjadi beberapa hari lalu, dijadikan pengalaman berharga untuk masyarakat agar mentaati instruksi pihak-pihak yang berwenang dan bagi pemerintah untuk lakukan langkah-langkah meningkatkan kesiapsiagaan.
"Saat ini kenapa masyarakat masih ada yang tinggal dalam radius di bawah 7 kilometer, karena terakhir erupsi tahun 2002 sehingga mungkin masyarakat menganggap dalam waktu 20 tahun tidak ada apa-apa, namun terjadi kali ini. Ini menjadi catatan agar masyarakat untuk tidak bisa lagi tinggal di bawah radius 7 kilometer," ujarnya.
"BNPB dan PVMBG Badan Geologi akan membawa ahli memetakan bagaimana kondisi gunung sekarang ini. Kemudian memasang early warning system sebagaimana yang kita lakukan di Gunung Marapi Sumatra Barat dan Gunung Ibu Halmahera Barat. Paling tidak dengan adanya alat yang lebih canggih peringatan kepada masyarakat lebih baik," lanjutnya.
Meskipun nantinya dipasangkan alat peringatan dini, Suharyanto berpesan bahwa sehebat apapun alatnya, belum ada yang bisa memprediksi secara tepat kapan letusan akan terjadi.
"Yang harus dijadikan catatan, manusia tetap berusaha tapi terkait saat tepat sebuah gunung bisa meletus tidak bisa diprediksi," pungkasnya.
Kegiatan yang dilakukan di Posko Pemantauan antara lain melihat kondisi seismograf aktivitas Gunung Lewetobi Laki-Laki dn melihat secara langsung kondisi puncak gunung dari Pos Pemantauan.
Kunjungi Korban Rawat Inap
Setelah mengunjungi Pos Pemantuan, Kepala BNPB meneruskan kegiatannya dengan melihat korban erupsi Gunung Lewetobi Laki-Laki yang masih di rawat di RSUD. Henrikus Fernandez Larantuka.
Para korban yang masih dirawat berjumlah lima orang dengan kondisi yang bervariasi, luka berat 1 orang dan 4 orang lainnya luka sedang.
"Meninjau pasien yang masih dirawat, per hari ini ada 5 orang. Rata-rata kondisinya sudah baik sadar semua, kecuali ada 1 yang luka berat harus diamputasi. Khusus yg kakinya diamputasi, BNPB akan memberikan kaki palsu, dan membantu obat-obatan," jelas Suharyanto.
"Dari BNPB menambah dan memastikan penanganan kesehatan korban bencana betul-betul dapat terlaksana dengan baik," tutup Suharyanto. (R/BM)
Komentar