Penulis: Hendri AK/Syaiful Putra | Editor: Marjeni Rokcalva
SELAMAT HARI BELA NEGARA ke-76, Kamis, 19 Desember 2024, penulis mengutip tema dari Kemenhan RI "Gelorakan Bela Negara Untuk Indonesia Maju". Bahwa tanggal 19 Desember 1948 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut terbentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dalam rangka mengisi kekosongan kepemimpinan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka bela negara. Inilah dasar pertimbangannya, mengapa Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Keppres Nomor 28 Tahun 2006 tentang Hari Bela Negara, pada tanggal 18 Desember 2006.
Tanggal 10 November 2024 yang lalu, kita telah memperingati Hari Pahlawan Nasional dengan motto "Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu". Kamis, 19 Desember 2024 kita memperingati Hari Bela Negara. Dua hari yang sangat bersejarah bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Agresi Militer Belanda yang ingin kembali menjajah. Sungguhpun Republik Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaanya pada hari Jum'at tanggal 17 Agustus 1945.
Dari sejarah kita belajar. Ibn Khaldun (1332-1406) mengatakan "ketahuilah, ilmu sejarah merupakan ilmu yang mulia madzhabnya, besar manfaatnya, dan bertujuan agung....". Sungguh banyak putera-puteri Pariaman (Piaman Laweh) yang berjuang untuk bangsa dan negara Indonesia tercinta. Penulis sebut beberapa diantara: H. Baginda Dahlan Abdullah, Mr. H. Sutan Mohammad Rasjid, Dr. Muhammad Djamil, M.PH, DPH Datuak Rangkayo Tuo, Prof. Sutan Muhammad Zain, Dr. Zairin Zain, Prof. Dr (HC). Drs. H. Harun Zain Datuak Sinaro, dan masih banyak lagi yang belum tersebutkan namanya. Beliau telah berjuang, berbuat nan terbaik untuk bangsa dan negara Indonesia tercinta. Kita menikmati hasilnya.
H. Baginda Dahlan Abdullah, adalah putera Pariaman nan pertama dan mungkin satu-satunya yang menjadi Walikota Kotapraja Jakarta pertama di zaman Jepang (Maret-September 1942). Ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (cikal-bakal DPR-RI) pada tahun 1945-1950. Menjadi salah seorang pendiri STI/UII tahun 1945. Beliau berperan penting dalam mengamankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Baginda Dahlan Abdullah menghasilkan karya yang sangat terkenal lalu dirujuk oleh banyak orang, yaitu Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikir Raden Adjeng Kartini yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1921 dan 1922 (Hasril Chaniago, dkk, 2020:486).
Dr. Muhammad Djamil, M.PH, DPH, adalah Residen Sumatera Barat (18 Maret 1946-1 Juli 1946) pada masa Agresi Militer Belanda I (1946). Beliau lahir di Kayutanam, meninggal dunia pada tahun 1961. Kita semua mengenal Rumah Sakit RSUP Dr. M. Djamil Padang yang menurut suatu kisah, pada awalnya berdiri di Kayutanam lalu dipindahkan ke Padang. Rumah sakit ini menjadi salah satu rumah sakit nasional Indonesia. Nama Dr. Muhammad Djamil, M.PH, DPH diabadikan menjadi nama rumah sakit tersebut (SK Menkes No. 134 Tahun 1978). Hal ini tentu berkaitan erat dengan peran Muhammad Djamil dalam pendirian/pembukaan Fakultas Kedokteran dan FIPIA di Bukittinggi pada tanggal 7 September 1955. Saat itu, Muhammad Yamin berpidato "Minang Membentuk Universitas". Yamin mengatakan bahwa "... Rakjat Minang diseluruh Indonesia untuk menegakkan Kemerdekaan supaja dapat membangun disegala lapangan dalam rangka kemerdekaan jang ditjapai dengan perdjuangan". Diakhir pidato, Yamin berpantun
"Merapi djo Singgalang,
Lah sampai kagunung Sago,
Walaupun lamo ditanah dagang,
Namun Minang takana djuo" (Muhammad Yamin, 1955:6, 11).
Hadir pada kesempatan itu Wakil Presiden Republik Indonesia Muhammad Hatta, Menteri P.P. dan K, Anggota Parlemen, Pemerintah Provinsi, Alim-ulama, Ninik-mamak, Pembesar Sipil dan Militer, Guru Besar, Mahasiswa, dsb. Fakultas Kedokteran inilah yang kemudian menjadi Fakultas Kedokteran UNAND nan modern saat ini.
Mr. H. Sutan Muhammad Rasjid adalah Residen Sumatera Barat (20 Juli 1946-29 April 1947) sesudah Muhammad Djamil, kedua residen ini sama-sama orang Piaman laweh. Pada saat Agressors Milter Belanda II yang menyerang Bukittinggi sebagai benteng Republik Indonesia, Mr. Sutan Muhammad Rasjid adalah Gubernur Militer Sumatera Barat (2 Januari 1949-Mei 1949), Gubernur Militer Sumatera Tengah (Mei 1949-Oktober 1949), sekaligus Menteri Perburuhan dan Sosial dalam Kabinet Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (Mestika Zed, 1997:206). Pemerintahan darurat atau PDRI inilah yang kemudian berhasil menjadi penyelamat Republik Indonesia dari keinginan Belanda menghapuskan Republik Indonesia merdeka.
Prof. Sutan Muhammad Zain adalah putera Pariaman yang berhasil melanjutkan kuliah ke Rijks Universiteit Leiden di negeri Belanda. Ia menjadi pribumi Indonesia yang pertama meraih gelar Middlebare Onderwijs untuk Maleische Taal pada tahun 1927. Selanjutnya beliau diangkat menjadi asisten Profesor di Recht Hoogeschool Universiteit Leiden (Abrar Yusra, 1997:6). Bahkan Sutan Muhammad Zain berhasil meraih gelar Professor dari Universiteit Leiden dalam bidang bahasa Melayu, yang menjadi cikal-bakal bahasa Indonesia. Setelah pulang dari Belanda tahun 1927, ia mengajar di RHS Batavia sebuah Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta dan PHS Batavia. Bung Hatta pernah belajar di PHS Batavia, tidak diketahui apakah Bung Hatta pernah menjadi murid Sutan Muhammad Zain (Abrar Yusra, 1997:8). Salah seorang murid Sutan Muhammad Zain adalah Zuber Usman, yang pernah menjadi dosen PTPG Batusangkar, UNP sekarang (Abrar Yusra, 1997:7 dan Buchari Nurdin, 1979). Dimasa pergerakan kemerdekaan Indonesia, Sutan Muhammad Zain menjadi penasehat Jong Sumatranen Bond (JSB) bersama dengan Haji Agus Salim, Abdul Muis, dan Lanjumin Datuak Tumanggung. Pada tahun 1920, Bung Hatta dan Amir berkonsultasi kepada penasehat JSB sebelum Bung Hatta menyusun pengurus baru JSB (Abrar Yusra, 1997:5).
Sutan Muhammad Zain beristrikan Siti Murin, gadis sekampung dengannya. Pasangan ini melahirkan tujuh orang anak, yang kita kenal sebagai pejuang kemerdekaan mengikuti jejak sang Ayah. Anak tersebut adalah Dr. Sutan Zairin Zain, tokoh pejuang kebangsaan yang kemudian menjadi Duta Besar RI di Jerman Barat dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Amerika Serikat. Bahkan Dr. Zairin Zain adalah diplomat urang awak kebanggaan Soekarno ( https://niadilova.wordpress.com/2014/03/17/minang-saisuak-167-dr-zairin-zain-diplomat-urang-awak-kebanggaan-sukarno ). Sutan Basir Zain, Sutan Aziz Zain, Sutan Rustam Zain (Pembentuk Laskar Pemuda Republik Indonesia sebelum terbentuknya BKR yang kemudian berubah menjadi TKR, TRI, dan TNI di Surabaya). Laskar Pemuda Republik ini berjuang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari Agresi Militer Belanda I dan II di Surabaya (Abrar Yusra, 1997:36-39). Drg. Siti Yanuar Zain (menjadi anggota DPR-RI dan aktivis perempuan Indonesia), Prof. Dr (HC). Drs. H. Harun Zain Datuak Sinaro, dan Maliksyah Zain.
Harun Zain lahir di Jakarta, 1 Maret 1927. Waktu itu Indonesia masih dijajah Belanda. Beliau berasal dari keluarga perantau Minangkabau golongan "kerah putih", meminjam istilah Dr. Suryadi. Kedua orang tua Harun Zain berasal dari Pariaman. Dalam buku Asal-usul Elit Minangkabau Modern yang ditulis oleh Elizabet E. Graves (1977) disebutkan bahwa terdapat tiga orang murid Sekolah Rajo Bukittinggi (Kweekschool) yang berasal dari Pariaman. Ketinganya adalah Baginda Dahlan Abdullah, Sutan Muhammad Zain, dan satu lagi dari Pedagang Kaya Raya dari kalangan orang biasa.
Harun Zain kita kenal baik dalam sejarah kepemimpinan Sumatera Barat dan nasional karena berhasil menggelorakan semangat mambangkik batang tarandam, mambangun kampung halaman bagi orang Minangkabau. Beliau meniti karir sejak dari masih menjadi Siswa Sekolah Menengah Tinggi Surabaya yakni menjadi Tentara Pelajar di Jawa Timur hingga menjadi TRIP. Harun Zain kemudian kuliah di UI. Setelah tamat, Harun Zain menjadi dosen UI yang ditugaskan mengajar di UNAND Padang dan UNSRI Palembang. Tidak beberapa tahun setelah itu, Harun Zain ditunjuk menjadi Rektor UNAND (1964-1968) sekaligus jadi Gubernur Sumatera Barat (1966-1971). Umur beliau saat menjadi Rektor 37 tahun, saat menjadi Gubernur 39 Tahun, suatu umur yang sangat muda untuk ukuran waktu itu. Karena pemimpin di Minangkabau didahulukan salangkah, ditinggikan saranting. Tentu tidak mudah menjalankan amanat itu. Sukses menjalankan amanah sebagai Gubernur Sumatera Barat, Harun Zain diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi Menakertrans RI (1978-1983), Anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (1983-1988). Terakhir Harun Zain menjadi Anggota MPR-RI (1988-1992). Disamping itu Harun Zain berperan aktif dalam mendirikan Gebu Minang dan kegiatan sosial, budaya, dan kemasyarakat yang jejaknya masih bisa kita lacak sampai saat ini.
Jika ditilik lebih dalam lagi, jejak Harun Zain ada dalam peristiwa perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 November 1945 yang ditetapkan sebagai hari Pahlawan Nasional Indonesia dan diperingati setiap tahunnya. Perjuangan Harun Zain mempertahakan kemerdekaan Indonesia menghadang Agresi Militer Belanda I (1946) dan Agresi Militer Belanda II (1948-1949) yang me-door stadde Jogjakarta, Bukittinggi, Lubuk Linggau, dan semua kota-kota besar Indonesia. Karena waktu itu Belanda berada di pihak Sekutu. Sekutu adalah pemenang Perang Dunia II, sehingga Belanda ingin kembali menguasai Indonesia, daerah jajahannya dahulu. Padahal Indonesia telah merdeka.
Pada tanggal 10 November 1945, para pejuang kemerdekaan Indonesia termasuk Pasukan TK Pelajar (TRIP) melibatkan diri secara aktif kedalam kancah pertempuran. Harun Zain berada dalam BKR Staf 1 yang terdiri dari Barisan Pelajar SMT Surabaya dan anggota Pasukan Pemuda Republik Indonesia Surabaya dan sekitarnya. Harun Zain dan para pejuang ini menghadapi tentara sekutu yang sudah lelah dari pertempuran Perang Dunia II. Pertempuran Surabaya ini tiga minggu lamanya secara berturut-turut, dimulai pada tanggal 10 November 1945 (Abrar Yusra, 1997:43). Hal ini dipicu oleh karena, pada tanggal 9 November 1945, Panglima Tentara Sekutu di Jawa Timur (Mayjen E.C. Mansergh) mengumumkan ultimatum dan instruksi dalam bentuk ribuan pamplet yang dijatuhkan sejumlah pesawat terbang RAF di atas kota Surabaya:
"... mereka harus bergerak mendekat dengan berbaris satu persatu dan membawa senjata yang dimiliki. Senjata-senjata itu harus diletakkan pada 100 yard dari tempat pertemuan dan kemudian semua orang Indonesia harus berjalan mendekat dengan kedua belah tangan diletakkan di atas kepala, semuanya akan ditangkap dan ditawan...."
Ultimatum dari tentara sekutu ini sangat menghina bangsa Indonesia. Pada saat serangan besar-besaran Sekutu tanggal 10 November 1945, Pasukan BKR Staf 1 (Harun Zain dalam pasukan ini) dijadikan pasukan cadangan oleh Markas Pertahanan Indonesia di Surabaya (Abrar Yusra, 1997:44). Namun para pelajar ini tidak tinggal diam, mereka terus maju ke medan tempur walaupun masih berusia pelajar. Sehingga dipihak Indonesia banyak yang gugur, diantaranya rekan-rekan Harun Zain para prajurit Staf BKR Pelajar: Dumaidiohadi, Kustarto, Syafii, Agus, Sugiyo" (Abrar Yusra, 1997:42).
Pada tahun 1946, terjadi perubahan nama TKR menjadi TRI dan TKR Pelajar menjadi TRI Pelajar (TRIP). TRIP ini terdiri dari 5.000 -- 40.000 pejuang. Komadan TRIP ini adalah Mas Isman. Taktik perang TRIP adalah perang gerilya. Pada saat agresi militer Belanda II terhadap kota Malang, gugur 35 orang TRIP oleh tentara Belanda. Untuk itu dibuat kuburan massal, jalan itu dinamakan jalan Pahlawan TRIP dan didirikan sebuah Tugu (Abrar Yusra, 1997:53). Dikemudian hari, Mas Isman menjadi tokoh militer Indonesia berpangkat Mayor Jenderal TNI. Sejak tanggal 5 November 2015, Mas Isman telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia.
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melakukan Agresi Militer II. Tentara Belanda menyerang Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta secara membabi buta, menduduki kota tersebut, dan menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden/Perdana Menteri RI Muhammad Hatta beserta para pemimpin Republik Indonesia. Kota-kota besar lainnya jatuh satu per satu, diikuti kota-kota Kecamatan di Jawa (Abrar Yusra, 1997:55). Pratu Harun Zain sebagai tentara pejuang Kompi 1 Datasemen 1 Brigade 17 bergerliya di Kota Surabaya dan Jawa Timur, bertempur melawan tentara Belanda yang datang menyerang.
Minggu dini hari tanggal 19 Desember 1948, bersamaan dengan serangan Belanda ke Bukittinggi dan Lubuk Linggau untuk memutus rantai ekonomi Indonesia ke luar negeri. Sasaran utama mereka ke Ibukota RI di Yogyakarta untuk menangkap para pemimpin puncak Republik di pusat. Serangan ke Bukittinggi sebagai benteng Republik Indonesia ialah untuk melumpuhkan "kekuatan alternatif" Republik Indonesi di luar Jawa. Tetapi itu saja belum cukup. Menurut perhitungan Agressors Belanda, pendudukan atas Yogyakarta dan Bukittinggi itu pasti tidak sanggup melumpuhkan Republik Indonesia, selama urat nadi ekonominya belum diputuskan.
Saat terjadi serangan Belanda, Bung Hatta yang sebelumnya berada di Kaliurang segera menuju Istana Kepresidenan di Yogyakarta. Bung Hatta sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia waktu itu, memimpin sidang Kabinet secara darurat, mengambil keputusan keputusan, dan perintah-perintah dengan segera. Hanya dihadiri oleh sekitar separo dari anggota Kabinet Hatta, karena sebagian lain sedang berada di luar Ibukota atau di Sumatera, rapat darurat kabinet diadakan secara sangat tergesa-gesa, saat Belanda sedang bergerak menuju kota Yogyakarta. Selain Soekarno dan Hatta, rapat juga dihadiri oleh Sutan Syahrir, Ir. Djuanda, Prof. Dr. Asikin, Haji Agus Salim, Mr. Nazir Pamoentjak, Mr. A.G. Pringgodigdo, Mr. Asaat, Kolonel TB. Simatupang, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, dan Suryadharma Kepala Staf Angkatan Udara (Mestika Zed, 1997:75). Sebelum penangkapan atas dirinya, Wakil Presiden/Perdana Menteri RI Bung Hatta masih sempat mendiktekan pidato singkatnya untuk diedarkan keseluruh wilayah Republik Indonesia:
"... musuh mau mengepung pemerintah, tetapi Republik tidak tergantung pada nasibnya orang-orang yang menjadi Kepala-Negara atau yang duduk dalam pemerintahan.... Rakjat harus berdjoang terus...." (Mestika Zed, 1997:75-76).
Pada masa PDRI di Bukittinggi/Koto Tinggi dalam bulan Desember 1948 hingga Juli 1949, dalam strukturnya kita mengenal istilah Wali Perang, Camat Militer, Bupati Militer, Gubernur Militer (Mestika Zed, 1997:204). Pada masa Kabinet PDRI per 31 Maret 1949, perwakilan Indonesia di luar negeri yaitu Mr. Utojo Ramelan dan Mr. Zairin Zain (Kakak tertua Harun Zain) menjadi perwakilan di Singapura. Perwakilan Republik Indonesia di PBB (Paris/New York) adalah L.N. Palar dan wakilnya Dr. Sumitro Djojohadikusumo (Mestika Zed, 1997:223). Pada tanggal 3 Agustus 1949 diadakan gejatan senjata sebagai implementasi Roem-Royen Agreement yang dimediasi oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI, 1948) yang dibentuk PBB (Abrar Yusra, 1997:58-61). UNCI sebagai pengganti Komisi Tiga Negara (1947) yang gagal menjalankan tugasnya mendamaikan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda yang datang melancarkan agresi militernya.
Setelah Agresi Militer Belanda II selesai dan diakhiri dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan Belanda. Belanda mengakui Kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949. Pada saat itu, Harun Zain yang berpangkat Pratu bertugas di Kompi 1 Dasemen 1 Brigade 17 Blitar-Malang didemobilisir oleh Kantor Urusan Demobilisasi Pelajar Pejuang untuk tugas belajar ke FE-UI. Dr. Sumitro Djojohadikusumo ayah dari Presiden Prabowo Subianto, adalah dosen Harun Zain di FE-UI. Selain itu, Dr. Sumitro Djojohadikusumo adalah perwakilan Republik Indonesia di PBB pada masa kabinet darurat (Mestika Zed, 1997:223). Dengan belajar dari para pejuang bangsa, tandanya kita pandai menghormati para pendahulu kita.
Referensi
Buku Pelengkap IV Pemilihan Umum 1977, Ringkasan Riwayat Hidup dan Riwayat Perjuangan Anggota MPR Hasil Pemilu tahun 1977.
Buku II: Lembaga Pemilihan Umum, bahwa telah diselenggarakan Pemilu Tahun 1977 dipandang perlu untuk mengangkat anggota DPR dan MPR mewakili golongan karya, ABRI dan bukan ABRI sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta anggota tambahan MPR yang diangkat/ditetapkan melalui Keputusan Presiden nomor 104/M Tahun 1977 tanggal 19 September 1977.
Gusti Asnan, dkk. 2018. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 1945-2018. Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia.
Hasril Chaniago (Editor). Eksiklopedia Tokoh 1001 Orang Minang. Padang: UMSB Press.
Hendri. 2024. Disertasi: Zaman Batuka Musim Baganti, Pusako Turun ka Nan Mudo, Dari Masa ke Masa, UNP Melintas Zaman (1954-2023). Sekolah Pascasarjana UNP.
Hasril Chaniago, Nopriyasman, dan Iqbal Alan Abdullah. 2020. Baginda Dahlan Abdullah Bapak Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Mestika Zed. 1997. Somewhere in the jungle: Pemerintah darurat Republik Indonesia, Sebuah mata Rantai sejarah yang terlupakan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Muhammad Yamin. 1955. Minang Membentuk Universitas. Pidato Mr. Muhammad Yamin pada perajaan perasmian Fakultas Kedokteran dan FIPIA di Bukittinggi pada tanggal 7 September 1955.
Suryadi is a Lecturer at the Leiden University Institute for Area Studies. Minang saisuak# 155 -- Linguis dan Pekamus Prof. Sutan Muhammad Zain. Singgalang, Minggu, 22 Desember 2013.
Suryadi is a Lecturer at the Leiden University Institute for Area Studies. In Memorian Prof. Harun Zain (1 Maret 1927 -- 19 Oktober 2014). Harian Singgalang, rabu 22 Oktober 2014).
Suryadi is a Lecturer at the Leiden University Institute for Area Studies. Minang Saisuak #167 -- Dr. Zairin Zain: Diplomat urang awak kebanggaanSukarno, Harian Singgalang, Minggu 16 Maret 2014
( https://niadilova.wordpress.com/2014/03/17/minang-saisuak-167-dr-zairin-zain-diplomat-urang-awak-kebanggaan-sukarno/ ) https://www.kemhan.go.id/pothan/2024/11/15/materi-hbn-2024.html
Penulis:Dr. Hendri Ainsyah Koto, S.Pd, M.Pd dan Syaiful Putra, S.AP
(Hendri AK/Syaiful Putra)
Komentar