Penulis: iyos | Editor: Marjeni Rokcalva
SAWAHLUNTO - Sidang pembelaan terhadap terdakwa "NH" dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan kini memasuki babak baru. Penasehat Hukum terdakwa Boy Purbadi,SH dalam nota pembelaannya (pledoi) menolak kesimpulan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan kliennya sebagai terdakwa terbukti bersalah dengan tuntutan pidana penjara 3 tahun.
Sidangan berlangsung Kamis (16/4/2020), memanfaatkan video teleconference karena menghidari covid-19 dengan menghadirkan tiga Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sawahlunto terdiri dari Hakim Ketua Dedi Halim,SH,MH, dan dua Hakim Anggota yakni Nofrida Diansari,SH, dan Lola Oktavia,SH.
Sementara di Kejaksaan Negeri Sawahlunto hadir Jaksa Penuntut Umum (JPU) Untung Syahputra,SH, sedangakan di Rutan Kelas II B Sawahlunto terdakwa NH di dampingi penasehat hukumnya Boy Purbadi, SH.
Baca Juga
- Selang 16 Menit, Gempa Cukup Kuat Kembali Goyang Mentawai Mag 5.7
- Terasa Hingga ke Padang, Mentawai Digoyang Gempa Bumi Mag 5.8
- Begini Penjelasan BMKG Terkait Gempa Darat Magnitudo 4.5 di Padang Panjang
- Tengah Malam, Padang Panjang Diguncang Gempa Darat Magnitudo 4.5
- Masyarakat Mukomuko Rasakan Guncangan Kuat Saat Gempa M 5,7 Terjadi
Dibagian pledoi yang dibacakan, kesimpulan yang diambil JPU menurut Boy Purbadi terkesan sangat dipaksakan dan tak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.Seperti, perbuatan hukum antara terdakwa dengan saksi korban jelas secara hukum dapat dikatagorikan sebagai sebuah perikatan dimana kedua belah pihak melakukannya tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Hal ini sejalan dengan Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek atau KUH Perdata yang menjelaskan syarat-syarat terjadinya suatu persetujuan yang sah seperti kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang.
Dari fakta diatas masing-masing pihak dengan sadar dan saling percaya melakukan perbuatan hukum yang diperkuat dalam KUH Perdata buku ketiga, tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan yakni Pasal 1313 yang menyebutkan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Dalam pasal itu menurut Penasehat Humum NH tidak ada keharusan bagi setiap orang yang ingin membuat suatu kesepakatan atau perjanjian dilakukan secara tertulis, hal ini tergantung dari kesepakatan masing-masing pihak yang saling mengikatkan diri.
Jika dalam perjalannnya ada salah satu pihak merasa dirugikan karena apa yang menjadi haknya tidak terpenuhi maka KUH Perdata dapat memfasilitasi masalah tersebut sebagaimana Pasal 1365 yang berbunyi tiap perbuatan yang meklanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.
Menurut Boy Purbadi, jika pihak terdakwa NH tidak mau mengganti kerugian setelah dilakukan upaya mediasi, seharusnya pihak kedua sebagai saksi pelapor "TPR" melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan untuk minta ganti rugi seperti dalam perkara a quo ini.
"Dengan pemahaman tersebut, sangat tidak tepat jika Jaksa Penuntut Umum tetap memaksakan keyakinannya bahwa tindakan yang dilakukan terdakwa NH dapat diterapkan Pasal 378 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP" ungkapnya.
Didalam perkara tersebut, kliennya NH dalam pengakuan dipersidangan prinsipnya mau melunasi hutangnya tersebut, namun tidak ada kecocokan jumlah yang seharusnya dibayar sehingga masalah ini berlarut-larut.
Menurut saksi pelapor "TFR" terhadap terdakwa "NH" , dia memiliki jumlah pinjaman sebesar Rp 1.258 milyar lebih berdasarkan SMS yang sampaikan "TFR"
Tetapi sesuai catatan "NH" dia hanya melakukan pinjaman kepada saksi "TFR" dengan total keseluruhan Rp 30,160 juta terdiri dari emas 12 mas, uang melalui saksi "Yd" Rp 11.7 juta, dan saksi "LCM" sebesar Rp 5,5 juta. Uang tersebut digunakannya untuk pembayaran uang kuliah anaknya, kemudian untuk biaya pendidikan S2, dan biaya pengobatan orang tuanya.
Boy Purbadi mengemukan, semua proses peminjaman dan bukti-bukti sudah disampaikan oleh semua saksi-saksi dan terdakwa dalam persidangan.
Untuk itu dia berharap kepada Majelis Hakim untuk memutus perkara yang dihadapi sesuai dengan kebenaran materiil.
Boy Purbadi memohon kepada Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara untuk memberikan putusan dengan amar berikut, menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, oleh karenanya membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (vrijspraak).
Kemudian dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima karena bukan merupakan tindak pidana dan karenanya menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechts vervotging), memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan serta martabatnya, dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Dalam sidang Jaksa Penuntut Umum Untung Syahputra,SH dalam sidang melalui jaringan video conference, Kamis (9/4) menyatakan "NH" telah terbukti melakukan penipuan secara berlanjut, sehingga melanggar Pasal 378 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan tuntutan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani terdakwa, serta beban biaya perkara Rp 3000 yang dibebankan kepada terdakwa.
Pasca pledoi ini, jika JPU tidak menyampaikan replik, maka sidang selanjutnya akan dilakukan Kamis 30 April 2020 mendatang tetap melalui video conference dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim. (iyos)
Komentar