Munculnya Kluster Perkantoran, Bukti Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 Masih Lengah

Penulis: Marjeni Rokcalva

JAKARTA - Satgas Penanganan Covid-19 meminta perusahaan-perusahaan swasta melindungi karyawannya agar tidak terpapar Covid-19 dan melahirkan kluster-kluser baru. Perkantoran termasuk pabrik-pabrik juga harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito saat jumpa pers di Istana Kepresidenan, Selasa (22/9/2020), mempertegas hal itu dengan menunjukkan kondisi kluster-kluster yang ada di DKI Jakarta.

Sesuai data per tanggal 12 September, rinciannya dari kluster rumah sakit ada 24.400 pasien, kluster komunitas ada 15.133 pasien, kluster perkantoran ada 3.194 karyawan, kluster ABK/PMI ada 1.641 orang, kluster pasar ada 622 orang dan kluster Puskesmas ada 220 pasien.

"Banyaknya ditemukan kluster perkantoran ini serta pabrik, serta beberapa pejabat negara yang menjadi positif Covid-19 menjadi bukti bahwa penerapan protokol kesehatan masih lengah. Sudah seharusnya kita melakukan evaluasi di semua tempat agar hal ini tidak terjadi," lanjutnya.

Untuk aktivitas perkantoran pemerintah, Wiku memastikan sudah menerapkan dengan ketat. Misalnya, dengan menghentikan aktivitas sementara di beberapa kantor kementerian dan pemerintah provinsi setelah ditemukan kasus positif.

Hal ini juga harusnya dilakukan oleh pihak swasta, baik di perkantoran serta pabrik-pabrik. Pihak swasta diminta berinisiatif melakukan 3T yaitu testing, tracing dan pelaporan kluster.

"Jangan merasa malu apabila ada (karyawan) yang positif. Karena orang-orang tersebut perlu dilindungi, dirawat agar sembuh dan sehat kembali," tegasnya.

Pihak swasta juga diingatkan untuk karyawannya yang positif Covid-19, akan ditanggung pemerintah biaya perawatan dan pengobatannya. Bahkan warga negara asing (WNA) yang tidak memiliki BPJS Kesehatan akan juga ditanggung pemerintah.

Pemerintah katanya telah berupaya untuk mengutamakan keselamatan rakyat. Bahkan pemerintah juga telah melakukan tes swab gratis berkala untuk tenaga kesehatan yang dimulai sejak 22 September 2020 diawali di wilayah Jabodetabek dan diikuti provinsi-provinsi lain dan didahulukan pada zona merah.

Upaya itu hendaknya menjadi contoh yang harus diikuti berbagai kantor dan instansi. "Kami mohon agar seluruh perkantoran dapat menanggung biaya testing untuk karyawannya, dan melakukan penelusuran kontak, apabila terjadi kasus positif, serta melaporkannya kepada pemerintah daerah masing-masing," pintanya.

Selain itu ia juga menekankan agar perkantoran mengikuti kebijakan pemerintah yang mengatur batasan pegawai yang bekerja di kantor berdasarkan zona risiko per daerah. Untuk zona merah maksimal 25% kapasitas pegawai yang masuk kantor.

"Hal ini dalam rangka menekan kasus di setiap daerah agar zonanya tidak menjadi lebih buruk," ujarnya. Rel/MR

Sumber: Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional

Loading...

Komentar

Berita Terbaru