Sosialisasi Vaksin Covid-19 Belum Optimal, Pakar: Butuh Reevaluasi dan Revitalisasi

Penulis: Je | Editor: Marjeni Rokcalva

PADANG - Program vaksinasi secara massal kepada seluruh warga Indonesia kini sedang berlangsung. Orang pertama yang divaksin adalah Presiden Joko Widodo pada 13 Januari 2021 lalu, kemudian diikuti dengan vaksinasi kedua pada 27 Januari 2021. Proses vaksinasinya ditayangkan secara live di hampir seluruh media nasional.

Kini vaksinasi sudah mulai diberlakukan kepada rakyat umum dengan didahului terutama tenaga kesehatan (selain ke para tokoh masyarakat dan pejabat mulai dari pusat sampai ke daerah).

Menurut data terkini, total sudah mendarat 28 juta vaksin di negeri ini. Terakhir, 11 juta di antaranya baru mendarat pada Selasa, 2 Februari lalu. Kedatangan vaksin dari negeri Tiongkok bernama Sinovac ini merupakan bagian dari 167 juta vaksin yang sudah dipesan oleh pemerintah. Selebihnya, sebanyak 160 juta akan dipesan juga untuk tahap berikutnya, demi memvaksinasi sekitar 181 juta orang se-Indonesia.

Baca Juga


Hingga 30 Januari 2021, sudah ada 482.145 penerima vaksin pertama, dan 20.810 penerima vaksin kedua. Nantinya untuk total vaksinasi nasional sebanyak 181.554.465 orang berumur 18 tahun untuk seluruh warga negara Indonesia, demi mencapai herd immunity (kekebalan kelompok).

Ironisnya, dari berbagai media dan data lapangan didapat keenganan masyarakat untuk divaksin. Alasan utama adalah kekhawatiran mengenai efek samping vaksin.

Menyikapi hal ini, pakar Sosiologi Komunikasi, Mohammad Isa Gautama, M.Si, mengatakan, pemerintah harus melakukan reorientasi, reevaluasi dan revitalisasi strategi sosialisasi vaksinasi. Hal ini penting dilakukan agar masyarakat yang akan divaksin mendapatkan edukasi yang komprehensif serta menyadari arti penting vaksinasi demi berkurangnya dampak pandemi Covid-19.

"Pemerintah harus belajar dari kegagalan sosialisasi Protokol Kesehatan, terutama di Jawa dan Bali, terbukti angka kasus semakin meningkat hari ke hari, minggu ke minggu dan bulan ke bulan. Masyarakat sepertinya ikut menanggap pandemi ini tidak berbahaya saat pemerintah pun kurang serius mengkampanyekan betapa berbahaya pandemi ini dan menyasar tidak saja kesehatan warga namun juga ekonomi nasional," demikian Isa saat dihubungi via telpon oleh beritaminang.com, Rabu (3/2/2021).

Dalam paparannya, Isa menjelaskan, ada tiga hal yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah, dari tingkat pusat hingga pelosok daerah jika ingin program vaksinasi berjalan sesuai target.

Pertama, Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan dan Tim Satgas Covid-19 perlu membentuk tim khusus yang fokus bertugas menyosialisasikan secara efektif dan efisien urgensi vaksinasi. Untuk itu, akar rumput mesti disadarkan dan dihidupkan kembali sense of crisis melalui kampanye yang memanfaatkan media secara gencar. Media yang dimanfaatkan mesti dapat diandalkan kecepatan dan keterjangkauannya. Mengingat hampir semua orang memiliki gawai, maka media sosial dan media berita digital mesti dijadikan ujung tombak.

Kedua, masifikasi peran influencer mesti digencarkan, jangan berhenti di tingkat nasional. Di tiap daerah, provinsi maupun kota dan kabupaten pasti memiliki orang-orang berpengaruh yang dapat dijadikan ikon dan agen sosialisasi pentingnya vaksinasi. Mereka kalau perlu jangan melulu dipilih dari para pejabat, karena sudah terbukti selama ini edukasi dan sosialisasi protokol kesehatan selama ini gagal disebabkan himbauannya disampaikan secara sangat formal melalui para pejabat.

"Masyarakat era milenial adalah masyarakat yang tingkat kecerdasannya dan melek politiknya melebih masyarakat era sebelum milenial, mereka seringkali alergi dan apatis terhadap segala yang dibungkus dalam kerangka politik. Kini sudah waktunya pemerintah memilih para influencer dari kalangan anak muda kreatif, ulama berpengaruh, pebisnis sukses yang populer, ilmuwan yang kerap melahirkan penelitian-penelitian bernas, seniman atau budayawan lokal yang kerap tampil di media, atau relawan dan aktivis LSM yang proaktif menyuarakan demokrasi, HAM serta pentingnya ekonomi kreatif," demikian Isa menambahkan.

Ketiga, yang tidak kalah penting adalah perang yang serius dan masif terhadap hoaks yang bersiliweran di dunia maya (on line) dan dari mulut ke mulut (off line). Menurut Isa, "Selama ini kita masih masih melihat usaha pemerintah memberantas hoaks sekaitan dampak vaksinasi belum optimal jika tidak boleh dikatakan belum ada. Padahal, rata-rata orang yang anti vaksinasi selama ini menyerap informasi melalui sumber hoaks tersebut."

Di akhir wawancara ahli Komunikasi yang sehari-hari mengajar di jurusan Sosiologi, FIS-Universitas Negeri Padang menjelaskan, "Ke depan, perlu dibuat semacam tim kecil yang menginduk di bawah tim satgas covid-19 tingkat nasional yang kerjanya betul-betul fokus dalam hal meredam hoaks informasi yang berlawanan dengan fakta dan data apapun sekaitan program vaksinasi." (Je)

Loading...

Komentar

Berita Terbaru