Penulis: *** | Editor: Marjeni Rokcalva
Cabang olahraga sepakbola yang difavoritkan bakal mendulang emas bergengsi buat Sumbar pada Porwil X Bengkulu, gagal memenuhi targetnya. Apa yang kurang, persiapan panjang dimulai menggelar seleksi pemain hingga uji coba ke Malaysia berakhir pahit. Pulang dengan hampa.
Kata gagal sudah pasti.Jangan cari kambing hitam dengan alasan kelelahan serta menuding yang lain. Sebab, persiapan panjang dengan bergaya sedikit profesional ibarat klub liga satu. Kenyataanya, sebuah tim yang rapuh. Ini dibuktian mulai penyisihan grup A tak berdaya menghadapi tuan rumah Bengkulu, kalah 1-2. Bahkan, bersusah payah mengalahkan tim lain.
Ketika dikalahkan Bengkulu awal penyisihan grup, ini merupakan sinyal pertanda tim Sumbar yang ditukangi Robby Mariandi tak ada apa-apanya. Jangan berkilah dikerjain wasit atau tuan rumah seenak dewe bikin aturan. Memang, pada Porwil sekarang ada perobahan aturan, semifinal tidak menggunakan sistem silang selama ini digunakan tiap turnamen kelas dunia.
Sebelum aturan diberlakukan panitia PB Porwil tentu menggelar Tekhnical Metting dengan perwakilan masing-masing daerah. Jika ada yang keberatan pasti menolak aturan tersebut dan melakukan protes. Rupanya, saat metting semua peserta menyatakan oke dengan aturan aneh itu, juara grup langsung bertarung difinal. Sedangkan runner up berebut satu tiket PON XX Papua.
Apakah Sumbar korban aturan sigarajai tersebut? Kalau dibilang iya, bisa juga. Sebab, Sumbar sebagai runner up grup A tentu berjumpa juara grub B tim Aceh. Hasilnya, tidak tahu, karena tidak bertanding. Kemudian sesama runner up, Sumbar dan Sumut saling berebut perunggu dan berhak dapat satu tiket PON. Hasilnya, sepakbola Sumbar dihajar Sumut 1-3, (0-1) dan punahlah impian lolos PON Papua.
Apa kata dunia, untuk kedua kalinya sejak PON XVII Riau, Sumbar kembali tanpa bola pada Pekan Olahraga Nasional. Malukah, tidak juga. Kenapa, karena kita masih kalah kelas dengan juara grup Bengkulu yang mengandalkan pemain kampung. Beda dengan Sumbar bercokol juga beberapa pamain profesional liga satu.
Apa yang kurang? Mungkin tudingan uang saku pemain katanya disunat pengurus KONI Sumbar, dari Rp200 ribu per hari dibulatkan Rp 2 juta per orang menjadikan kambing hitam. Lalu bersorak-sorailah oknum pelatih di medsos dengan menulis kalimat tak senonoh," KONI Sumbar Anjing." wajarkah itu. Bisakah disebut kegagalan ini semacam karma. Hanya Tuhan yang tahu. (***)
Komentar